Banyak pertanyaan yang masuk ke meja penulis mengenai status harta warisan, hibah dan undian, serta bagaimana pengaturannya di dalam perkawinan.

Perkawinan merupakan sebuah ikatan emosional juga persekutuan perdata yang artinya dengan adanya perkawinan maka lahir juga hak dan kewajiban para pihak. Yang semula masing-masing adalah subjek hukum, dengan adanya ikatan perkawinan, mereka akan menjadi satu subjek  hukum yang harus saling menyetujui dalam perbuatan hukum yang akan mereka lakukan.

Perolehan harta sebelum dan sesudah pernikahan memiliki pengaturan yang berbeda. Menurut Undang-undang nomor 1 tahun 1974 Pasal  35 ayat 1 menjelaskan tentang harta bersama adalah Harta yang diperoleh selama pernikahan,  dalam hal ini suami atau istri dapat bertindak atas persetujuan kedua belah pihak, sehingga segala perbuatan hukun mengenai harta bersama ini para pihak harus saling mengetahui dan menyetujui.

Sedangkan Harta yang diperoleh sebelum pernikahan disebut harta bawaan (Pasal 35 ayat 2). Penguasaan penuh ada pada pemiliknya dan jika terjadi perceraian harta bawaan ini akan kembali kepada pemiliknya, juga dalam melakukan perbuatan hukum yang berhubungan dengan harta bawaan, masing-masing tidak perlu meminta persetujuan pasangannya. Yang termasuk harta bawaan adalah harta warisan, hibah dan undian walaupun perolehannya didapatkan setelah pernikahan. Sehingga penguasaan penuh ada pada pemiliknya dan untuk melakukan perbuatan hukum harta warisan, hibah dan undian tidak memerlukan izin pasangannya.

Jika terjadi perceraian, harta bersama ini kemudian yang dikenal dengan sebutan harta gono gini yang harus dibagi dua, sementara harta bawaan akan kembali dan dalam penguasaan penuh pemiliknya. rs

Categories: Artikel

Don`t copy text!